Tapak Tilas Kakek Sunan Kudus di Madura

Pintu gerbang menuju makam Sunan Mertayasa dan Kiai Bagus Monconegoro, di Mertajasah, Bangkalan. (Sumber: Istimewa)

 

Ngoser.ID – Wilayah Madura merupakan salah satu peta perjalanan dakwah utama para wali sembilan yang dikenal dengan wali sanga. Sebagai bukti, banyak pecahan keluarga yang bersusur galur pada salah satu anggota Wali Sanga yang menetap di Madura, dan meninggalkan banyak warisan berupa budaya dan keturunan.

Di antara pecahan-pecahan keluarga tersebut ialah Kiai Cendana di Kwanyar, Bangkalan. Kiai Cendana menurut beberapa catatan silsilah tokoh-tokoh awal di Madura, adalah keturunan jalur laki-laki dari Sunan Ampel. Selain Kiai Cendana ada Pangeran Khatib di Sampang. Pangeran ini merupakan keturunan jalur laki-laki dari Sunan Giri.

Di kawasan Madura Timur ada Pangeran Katandur alias Sayyid Ahmad Baidlawi. Pangeran yang dikenal dengan keahliannya di bidang pertanian ini merupakan cucu dari Sunan Kudus.

Nah, dari beberapa sumber catatan nasab, secara genealogi, para Wali Sanga adalah warga pendatang yang berasal dari luar Nusantara. Satu versi umum mengatakan bahwa mereka adalah para saadah (kata jamak dari sayyid) dan atau asyraf (kata jamak dari syarif), yaitu sebutan bagi para keturunan Rasulullah dari kedua cucunya, Sayyidina Hasan dan Husain radliyallah ta’ala anhuma.

Beberapa versi catatan itu mengatakan, nasab para wali sanga sebagian besar adalah dari jalur Hadhramaut, Yaman. Meski belakangan ada yang mengatakan beberapa wali tersebut berasal dari jalur Maroko. Sebagian lagi ada catatan yang menyebut berasal dari Palestina.

Namun yang jelas, sembilan wali yang terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (Gresik), Sunan Ampel (Surabaya), Sunan Giri (Gresik), Sunan Bonang (Tuban), Sunan Drajat (Lamongan), Sunan Kudus (Kudus), Sunan Kalijaga (Demak), Sunan Muria (Jepara), dan Sunan Gunung Jati (Cirebon) ini adalah tokoh-tokoh awal yang membumikan Islam hingga berkembang pesat di Nusantara.

Hingga saat ini, jejak-jejak para beliau ini, masih banyak yang bisa dilihat, utamanya ialah keberadaan makam yang hingga kini menjadi lokasi wisata religi banyak orang dari manapun asalnya.

Sunan Mertayasa atau Kertayasa

Sesuai nisbat tempat pada sunan atau susuhunan itu, disitulah makam para beliau terletak. Sunan Ampel, makamnya di Ampel, Surabaya. Sunan Bonang makamnya di Bonang, Tuban. Sunan Giri, di Giri, Gresik. Sunan Kudus, makamnya di Kudus, Jawa Tengah. Dan begitu juga yang lainnya.

Kesembilan Sunan ini makamnya ada di Pulau Jawa. Bahkan termasuk juga leluhurnya yang pernah ke Jawa. Seperti ayah Sunan Ampel, Sayyid Ibrahim Asmara yang sebagian versi mengatakan bahwa makamnya ada di Tuban.

Leluhur Sunan Gunung Jati dari garis ibunya adalah raja-raja Pajajaran. Begitu juga Sunan Giri yang dari garis ibu adalah raja Blambangan.

Nah, meski begitu, ada juga leluhur salah satu anggota wali sanga itu yang ternyata makamnya ada di Pulau Madura. Yaitu Sunan Mertayasa (Mertoyoso) atau Kertayasa (Kertoyoso). Sunan yang bernama asli Khalifah Husain ini adalah kakek dari Sunan Kudus.

Mertayasa merupakan nama tempat, yang kini lebih populer dengan Mertajasah. Makam Sunan Mertayasa (Mertajasah) ini berada di Mertajasah, Bangkalan.

Dari beberapa sumber, Khalifah Husain memang merupakan penyebar Islam awal di Madura Barat. Makam beliau di Mertajasah bisa jadi merupakan makam paling sepuh.

Sejatinya, makam Khalifah Husain atau Sunan Mertayasa ini berada di komplek makam Kiai Mas Bagus Monconegoro di Mertajasah.

Monconegoro merupakan mantan Patih Pajang yang hijrah ke pulau garam. Setelah menetap di Madura Barat, Monconegoro aktif dalam penyebaran agama Islam. Beliau pun diangkat sebagai Ulama Keraton, sekaligus Penasihat Raja.

Karena merupakan Patih Pajang, maka jelas Monconegoro masanya lebih akhir daripada Sunan Mertayasa.

Pasalnya, Monconegoro ialah patihnya Jaka Tingkir, Sultan Pajang pertama. Jaka Tingkir adalah murid Sunan Kalijaga yang bisa dikata semasa dengan Sunan Kudus. Sedang Sunan Kudus masih cucu dari Sunan Mertayasa.

Ng

Posting Komentar

0 Komentar