Jasad Raja Ini Lenyap Kala Dikuburkan, Makamnya Dikelilingi Sungai

 

Potret salah satu bagian dari Sungai Kebunagung di suatu masa. (Sumber: Koleksi Tropen Museum)

Ngoser.ID – Madura, Sumenep khususnya, kaya dengan kisah-kisah berjenis folklore.

Mulai dari kisah kepahlawanan Joko Tole dengan kendaraan kuda terbangnya. Dan kisah-kisah lain yang melegenda.

Meski tidak masuk kategori sejarah sebagai ilmu, kisah-kisah ini menarik juga dikaji. Pasalnya, selalu ada simbol atau pesan tersembunyi. Di samping juga menjadi magnet bagi para peneliti dan pemerhati sejarah.

Kisah lainnya juga meliputi kejadian luar biasa pada diri tokoh-tokoh penguasa Sumenep lainnya. Seperti kisah Raden Tumenggung Yudanegara alias Pangeran Macan Ulung, penguasa Sumenep yang wafat 1672 silam.

Lahir dengan nama Raden Bugan. Putra mahkota Keraton Sumenep. Ayahnya adalah Pangeran Cakranegara (Raden Abdullah), Adipati Sumenep yang gugur dalam peristiwa invasi Mataram pada 1626.

Raden Bugan berhasil diselamatkan, dan dibawa ke Jawa. Beliau dititipkan ke Cirebon. Menurut babad Sumenep, Raden Bugan diasuh Kiai Cirebon.

Sang guru di kemudian hari ikut serta ke Sumenep hingga wafat di Sumenep. Makam Kiai Cirebon di berada di kawasan Kepanjin, sebelah Utara keraton Sumenep.

Kembali ke Raden Bugan, menurut catatan Kangjeng Zainalfattah, Raden Bugan sempat mengaji ke Giri.

Raden Bugan berhasil merebut kembali Sumenep, dengan bantuan Trunojoyo. Dalam buku Perlawanan Penguasa Madura Terhadap Hegemoni Jawa, Raden Bugan juga bergabung dengan Trunojoyo saat menduduki Mataram. Di masa beliau pula Madura Timur dapat melepaskan diri dari hegemoni Jawa.

Raden Bugan alias Yudanegara sangat dikenal dekat dengan masyarakat Sumenep bahkan hingga saat ini.

Pribadinya yang dikenal santun dan berakhlak tinggi begitu berbekas. Hingga setiap orang yang tidak tahu tatakrama dianggap “tidak kenal Yudanegara”.

Raden Bugan wafat dan dikuburkan di desa Kebunagung Sumenep. Dalam riwayat keraton, jasadnya lenyap saat dikuburkan. Makamnya dahulu dikelilingi sungai, hingga perubahan jalur sungai Kebunagung di sekitar abad 19.

(Tulisan ini pernah tayang di situs mamira.id, edisi 17 Juli 2021)

Ng

Posting Komentar

0 Komentar