Makam Agung Waru, Puncak Lentera Keilmuan Gerbang Salam

 

Pasarean Kiai Agung Waru atau Kiai Waru I di Waru Pamekasan, Madura. (ngoser.id)

Ngoser.ID – Waru merupakan salah satu wilayah tua di Pamekasan yang menjadi pusat keilmuan di masa kuna. Di wilayah yang saat ini menjadi kecamatan itu, bersambung sanad keilmuan maupun nasab sebagian besar ulama di Madura, seperti Pamekasan dan Sumenep, serta di kawasan Tapal Kuda.

Ada dua tokoh yang identik dengan Waru tempo doeloe. Yang pertama ialah Pangeran Macan Alas Waru. Beliau dikenal sebagai tokoh awal pembabat Waru. Seorang tokoh bangsawan utama yang keluar dari tembok keraton, dan memilih menyepi di hutan belantara yang dikenal angker dan ditakuti banyak orang di bumi Gerbang Salam.

Sebutan Macan Alas konon disematkan pada salah satu putra Panembahan Sampang alias Pangeran Saba Pele ini, terkait dengan kisah tutur tentang beliau yang menundukkan hewan-hewan buas khususnya macan di tanah Waru. Dari garis nasab, Pangeran Macan Alas adalah keponakan Panembahan Ronggosukowati, Raja Pamekasan.

Tokoh kedua ialah yang datang belakangan, yaitu Kiai Agung Waru. Beliau dikenal juga sebagai Kiai Waru I.

Tokoh kedua ini masih berkaitan dengan Pangeran Macan Alas Waru. Kiai Agung menikah dengan Nyai Agung atau di catatan lain bernama Nyai Hawara, putri Raden Entol Janingrat di Waru.

Entol Janingrat diperkirakan sebagai tokoh kuasa atas tanah Waru dan sekitarnya. Ayahnya bernama Raden Sutojoyo, yaitu anak Pangeran Macan Alas Waru.

Agung Bayan

Masyarakat menyebut kawasan peninggalan Kiai Agung Waru dan Nyai Agung dengan sebutan Gunung Waru. Sebutan gunung Waru memang tidak lazim. Yang banyak dikenal ialah daerah Lao’ Gunong (Selatan gunung).

Sejatinya, Madura tidak mempunyai gunung. Bisa dicek di dalam buku peta, atlas, atau semacamnya. Meski di beberapa tempat memang ada yang disebut dengan awalan gunung. Seperti Gunung Gegger di Bangkalan, Gunung Payudan di Sumenep.

“Gunung-gunung” yang disebut tadi karena merupakan dataran tinggi. Dalam bahasa Indonesia, bukit. Namun, bahasa Madura sepertinya menyamaratakan dengan “menghemat” kosakata. Sebutan gunong (gunung; Indo) bisa bermakna gunung, atau bukit. Madura sendiri seperti disebut tadi memang tidak memiliki gunung atau pegunungan.

Kembali pada Agung Waru, sebutan Kiai Agung Waru menunjukkan sebagai tokoh awal yang dimuliakan di tempat tersebut. Makna lainnya menunjukkan kiai sepuh. Karena dalam catatan nasab keluarga Waru, ada Kiai Waru I, Kiai Waru II, dan Kiai Waru III. Kiai Agung Waru seperti disebut di muka ditulis Kiai Waru I.

Kiai Agung atau Kiai Waru I juga dikenal dengan sebutan Kiai Agung Bayan. Nama ini untuk membedakan dengan nama putra sekaligus penggantinya, yaitu Kiai Bayan alias Kiai Waru II.

Makam Kiai Agung Bayan dan Kiai Bayan berada di satu kompleks, namun beda cungkup. Kompleks makam ini berada di desa Waru Timur, Kecamatan Waru. Jika dari perempatan kecamatan Pakong sekitar 15 menit dengan berkendara motor ke arah utara.

Menuju kompleks makam Agung Waru hanya ada satu akses jalan tidak begitu lebar. Jalan itu tepat di pundak bukit bagian selatan. Itulah mengapa kawasan tersebut disebut juga lao’ gunong.

Berapa tahun sebelumnya, yaitu kali pertama Ngoser.ID menuju kawasan ini, jalannya masih tidak begitu bagus. Namun saat ini lumayan baik, meski tidak mulus.

Kompleks makam hampir berada di dekat puncak bukit. Sebagian masih original, namun sebagian lagi sudah berganti jirat maupun kijingnya. Salah satunya makam Kiai Agung Waru.

Tokoh paling sepuh di kawasan tersebut memiliki cungkup yang diperkirakan berusia baru. Tidak seperti cungkup makam Kiai Bayan, putranya.

Makam Agung Waru hingga saat ini dikeramatkan banyak orang. Peziarah banyak berasal dari luar Pamekasan. Khususnya mereka yang memiliki pertalian asal-usul ke tokoh di situ, maupun yang memiliki garis sanad keilmuan pada keluarga Agung Waru.

Dalam catatan silsilah Pamekasan, Agung Waru menurunkan tokoh-tokoh pesantren besar di Madura. Seperti di Pamekasan, ponpes Banyuanyar dan Bata-bata. Di kawasan Tapal Kuda, tokoh-tokoh pesantren besar yang bersusur galur pada Agung Waru di antaranya, pesantren Tempurejo, pesantren Sukorejo Situbondo, pesantren Nurul Jadid Probolinggo, dan lain-lain.

Ng

Posting Komentar

0 Komentar