Mengonstruksi Sejarah Rumah Panggung Sumenep (1)

Kolase Rumah Panggung Patih Sumenep, Raden Onggodiwongso. Pojok kiri atas adalah bangunan sebelum diratakan dengan tanah. Pojok kanan bawah adalah sisa bagian belakang Rumah Panggung yang dibiarkan tetap berdiri. (Foto/Ngoser.ID)


Ngoser.ID - Dalam tulisan sebelumnya yang dibuat berseri (bagian 1 dan bagian 2), Ngoser.ID menyajikan sedikit pengantar mengenai keberadaan dan sejarah rumah panggung di Sumenep.

Seperti diketahui, Sumenep dalam berbagai status pemerintahannya di masa-masa awal dikendalikan oleh beberapa dinasti. Secara garis besarnya, merujuk pada penetapan (konsensus) Hari Jadi Kabupaten Sumenep, setidaknya ada tiga dinasti yang memimpin kabupaten paling timur di nusa Madura ini.

Dinasti pertama ialah Dinasti Aria Wiraraja II (Aria Bangah). Dalam buku Sejarah Sumenep (2003), Aria Bangah merupakan saudara sekaligus pengganti Aria Wiraraja I (Banyak Wide, memerintah 1269-1292 M) yang setelah berhasil membidani lahirnya kerajaan Majapahit, lantas menempati wilayah Lumajang (Blambangan) dan bertahta di sana.

Dinasti Aria Bangah ditutup oleh Pangeran Seding Puri (Raden Wonoboyo alias Seccadiningrat IV). Setelah itu, penguasa Sumenep berasal dari Demak, yaitu Raden Tumenggung Kanduruhan (memerintah 1559-1562 M).

Kanduruhan adalah salah satu putra Sultan Demak yang pertama (Raden Fatah). Beliau membangun keraton di kawasan yang kini masuk kelurahan Karangduak. Keraton tersebut dikenal dengan Keraton Karangsabu. Saat ini keraton tersebut menjadi komplek Asta Tumenggung Kanduruhan dan raja-raja setelahnya, yaitu Pangeran Lor dan Pangeran Wetan.

Setelah itu pusat pemerintahan dari Karangsabu pindah ke Karang Toroy (Dalem Temor), yaitu sejak masa Pangeran Cakranegara I (m. 1589-1626 M) hingga Cakranegara IV (m. 1744-1749 M). Sebelum kemudian pindah ke arah barat , yaitu di masa Ratu Tirtonegoro I dan Bindara Saut (m. 1750-1762 M), sebagai pembuka dinasti terakhir.

Pusat pemerintahan itu tetap tidak berubah, namun diperluas oleh Panembahan Sumolo (Notokusumo I) yang memerintah 1762-1811 M dengan mendirikan bangunan baru tepat di sebelah timur dalem panggung Ratu Tirtonegoro. Bangunan keraton baru itulah yang hingga saat ini masih berdiri tegak dan utuh, serta menjadi bangunan keraton satu-satunya yang ada di kawasan Provinsi Jawa Timur.

Kecuali dalem atau rumah panggung Ratu Tirtonegoro di kawasan museum Sumenep, hampir tak ada lagi yang bisa dilacak bekas dalem panggung lainnya, pra dinasti Saot, kecuali bekas dalem atau rumah panggung Patih Raden Onggodiwongso atau Ronggodiboso di Pasarsore  Kepanjin. (bersambung)

Ng

Posting Komentar

0 Komentar