Menelusuri Jejak Temuan Makam Lawas di Bukit Batang-batang


Tim Ngoser di lokasi penemuan makam Batang-batang. (Foto/Ngoser)

Ngoser.ID-Batang-batang merupakan nama salah satu kecamatan di Sumenep, Madura. Letaknya di sebelah Timur Daya Kota Sumenep. Nama Batang-batang terkait dengan legenda Jokotole di abad 15. Konon, di tempat itu raja Sumenep pemilik kuda terbang itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Beberapa hari lalu, di desa Batang-batang Daya, salah satu desa di kecamatan Batang-batang, terdengar kabar ditemukannya area pemakaman kuna. Dari info awal yang beredar, makam-makam itu awalnya tertimbun tanah.

Makam itu terletak di area perbukitan. Bukit Pal namanya. Berada sekitar 100 meter di belakang bangunan SMPN 1 Batang-batang.

Pertama kali sampai di lokasi penemuan makam itu, Ngoser.ID melewati pintu masuk sekolah menengah tersebut. Setelah menyisir jalan setapak dengan disela sedikit tanjakan ringan, sampailah di sebuah kompleks pemakaman.

Dari kondisinya, jelas area itu baru dibersihkan. Khususnya semak belukar, dan terdapat bekas-bekas galian. Nisan-nisan lama sudah tertata agak rapi. Sebelumnya terkubur akibat fenomena alam.

Di dekat makam-makam lawas itu terdapat beberapa makam dengan kijing masa kini, yakni yang biasa dijual di toko-toko kijing. Namun tidak terawat. Entah apa sebabnya.

“Ya, memang ada makam-makam yang baru dari model kijingnya. Tapi sudah tak lagi terawat,” kata seorang warga setempat yang juga tengah ada di lokasi.

Perempuan berkerudung yang awalnya asyik dengan ponselnya itu, akhirnya bisa diajak ngobrol sebentar. Sementara teman yang bersamanya juga sesekali menyelipkan informasi di sela ngobrol.

Sebelum sampai ke lokasi penemuan makam-makam kuna itu, di sisi-sisi jalan setapak juga banyak ditemui pemakaman umum. “Ya, itu memang makam warga-warga di sini,” kata seorang pemuda yang juga tengah di lokasi bersama teman-temannya.

Dari hasil bincang-bincang ringan dengan warga-warga yang menjadi teman ngobrol dadakan di sana, awal penemuan makam itu berdasar wangsit yang diterima warga setempat. Warga itu sempat merantau ke luar kota.

Wangsit itu lantas diperkuat dengan hasil terawang seseorang berkemampuan khusus. Laila namanya. Nama samaran. Laila seorang wanita indigo. Kabarnya ia bisa berkomunikasi dengan “yang gaib-gaib”.

Bahan dasar jirat dan struktur makam
Dari hasil kajian personel Ngoser, Sumenep Tempo Dulu, dan TACB (Tim Ahli Cagar Budaya) Sumenep, bahan dasar jirat makam kuna di sana kebanyakan dari jenis batu kapur. Nisan-nisan itu dihiasi lambang dan ornamen makam yang khas. Bertuliskan huruf arab, namun kebanyakan sudah tidak begitu jelas.

Beberapa terlihat sudah dibersihkan. Di antara tulisan-tulisan itu yang menarik ialah angka-angka yang masih bisa terbaca dengan jelas.

Salah satu makam ada yang bertarikh 1382. Dari rangkaian tulisan sebelumnya, angka itu diduga tahun Hijriah. Karena tertulis bulan Syawal. Salah satu nama bulan dalam penanggalan Hijri.

Hampir tidak ada nama tokoh yang bisa diidentifikasi pada prasasti di nisan tersebut. Di samping tulisannya yang sudah mulai aus, juga jiratnya yang kebanyakan sudah tidak utuh. Terkepras.

Yang menarik lagi ialah gaya atau langgam beberapa makam di sana. Ada makam yang memiliki dinding yang berbentuk gunungan. Lengkap dengan simbol-simbolnya. Seperti simbol bulan sabit. Langgam tersebut khas Sumenep.

Struktur semacam itu agak mirip dengan struktur dan gaya makam kuna di beberapa kawasan di Sumenep. Seperti di kampung Batang (Ambunten), Glugur (Batuan), dan Balang (Rubaru).

Tata letak
Jika dilihat dari kondisi makam, bahan dan sedikit hasil identifikasi, perkiraan atau dugaan kuatnya makam-makam di area tersebut termasuk tipe makam yang berusia belakangan. Sekitar abad 18 hingga pertengahan abad 20. Merujuk pada salah satu nisan yang bertahunkan 1382 Hijriah.

Tata letak makam juga masih perlu pengamatan dan kajian lebih lanjut. Karena tidak serapi pemakaman kuna di wilayah lainnya. Namun jika dilihat dari lokasinya yang berada di ketinggian, kemungkinan tokoh-tokoh awal yang dimakamkan di sana memiliki status sosial yang lumayan tinggi.

Entah status di bidang keilmuan, pangkat atau jabatan di wilayah tersebut, dan lain semacamnya.

Penempatan lokasi makam di masa dulu memang tidak bisa lepas dari tradisi dan budaya yang berkembang sebelumnya. Umumnya lokasi ketinggian hampir selalu menjadi pilihan. Meski tidak mutlak diterapkan oleh beberapa kalangan.

Seperti makam para raja dan waliyullah. Kebanyakan memang berada di dataran tinggi atau perbukitan. Seperti di Asta Tinggi (Sumenep), Imogiri (Bantul), Aermata (Bangkalan).

Namun pemakaman raja-raja lainnya seperti di Madekan (Sampang), maupun di Kolpajung (Pamekasan) justru berada di dataran rendah. Begitu juga kompleks pemakaman kiai-kiai sepuh lainnya. Kiai Raba (di Pamekasan), Kiai-kiai Prongpong (Sumenep), Kiai-kiai Sendir (Sumenep), dan lainnya.

Bahkan sebelum Asta Tinggi, makam raja-raja Sumenep juga berada di dataran rendah. Jadi memang tidak mutlak dan selalu relatif.

Kembali ke Batang-batang, di wilayah itu juga masih terdapat situs-situs sejarah berupa makam kuna yang masih terawat. Seperti di Tamedung, ada situs makam Kien Bi Seng, tokoh Cina muslim yang diduga merupakan leluhur komunitas Cina muslim di pesisir utara Sumenep hingga Pasongsongan.

Ng

Posting Komentar

0 Komentar