Mengonstruksi Sejarah Rumah Panggung Sumenep (2)

Kolase sisa bangunan Rumah Panggung Patih Ronggodiboso dan sumur peninggalan Raden Sutojoyo alias Ronggomiring di Kepanjin Sumenep. (Foto/Ngoser.ID)


Ngoser.ID - Menyambung tulisan sebelumnya, tak banyak yang mengetahui keberadaan situs Dalem Panggung Raden Onggodiwongso, Patih Sumenep di abad 17. Padahal dahulu, kawasan tersebut merupakan kawasan elit keluarga Keraton Sumenep di era dinasti Kanduruhan, khususnya di masa Tumenggung Yudonegoro (Pangeran Macan Ulung) yang memerintah 1648-1672 M.

Di catatan K. R. Moh. Ramli Sasmitokusumo, Wedana Kangayan sekitar 1946, Rumah Panggung di Kepanjin merupakan kediaman Patih Sumenep, Raden Onggodiwongso, yang dikenal dengan sebutan Patih Ronggodiboso atau Patih Ronggo (dilafalkan Pate Rangga atau Ranggadibasa).

Menurut riwayat turun-temurun, Patih Ronggodiboso adalah wakil raja Sumenep di masa pemerintahan Tumenggung Yudonegoro. Sang patih dikenal sebagai sosok yang alim, cendekia, dan arifbillah. Di samping sebagai bangsawan utama, Patih Ronggo juga dikenal sebagai ulama besar di masanya, sekaligus pendekar yang linuih dan pilih tanding. Menurut cerita, beliau juga morok (mengajar kitab) di langgar dekat kediamannya

Dalam sumber lain di keluarga Rumah Panggung Kepanjin, Raden Onggodiwongso juga dikenal dengan nama Raden Entol Anom. Beliau tercatat sebagai salah satu putra dari Raden Sutojoyo, pembesar Keraton Sumenep yang berkedudukan di Sotabar. Raden Sutojoyo adalah anak Pangeran Macan Alas Waru, tokoh waliyullah besar yang membabat tanah Waru, Pamekasan.

Catatan ini sama dengan catatan K. R.B. Moh. Mahfudz Wongsoleksono, Wedana Kangayan di era orde baru. Dalam catatan Wedana Mahfudz, Raden Entol Anom alias Raden Onggodiwongso tiga bersaudara dengan Raden Entol Bagus, dan Raden Entol Janingrat.

Hanya, di kalangan keluarga Rumah Panggung Kepanjin, Patih Ronggodiboso kadang dianggap sama dengan sosok Kiai Ronggomiring, yaitu senopati Keraton Sumenep yang terkenal di masa Pangeran Lor I. Periwayatan itu disebabkan kesamaan nama awal Ronggo.

Padahal, sejatinya, menurut kalangan sesepuh Rumah Panggung, Ronggomiring adalah sebutan lain dari Raden Sutojoyo, yaitu ayah Patih Ronggodiboso. Juga mengenai bangunan Rumah Panggung, diriwayatkan memang sudah ada sejak masa Raden Sutojoyo yang dikenal dengan sebutan Ronggomiring itu. Namun dipugar oleh Patih Ronggodiboso.

Kembali pada genealogi pembesar Rumah Panggung. Pangeran Macan Alas Waru, yaitu ayah Raden Sutojoyo, dalam catatan Moh Ramli Sasmitokusumo maupun Moh Mahfudh Wongsoleksono di atas, tertulis sebagai putra Pangeran Ario Sosrodipuro (Pangeran Saba Pele, Sampang).

Pangeran Saba Pele disebut bersaudara dengan Panembahan Ronggosukowati, Pamekasan, yaitu sama-sama anak Raden Adipati Pramono, Panembahan Sampang. Adipati Pramono adalah saudara Kiai Pragalbo alias Pangeran Arosbaya, sama-sama anak Pangeran Demang Plakaran.

Dalam catatan lain seperti yang ditemukan di keluarga keturunan Raden Entol Janingrat di Pamekasan, disebut Pangeran Saba Pele adalah anak Panembahan Sampang bin Sunan Cendana Kwanyar, Bangkalan. Catatan lain lagi, salah satunya di Bangkalan menyebut Pangeran Saba Pele bergaris langsung ke Sunan Kulon bin Sunan Giri.

Dalem Panggung Patih Ronggodiboso, menurut catatan Wedana Moh Ramli, memiliki loteng. Bahkan sampai tiga lantai. Bangunan megah itu dahulu dilengkapi dengan langgar dan sumur yang dibuat oleh Raden Sutojoyo, ayah Pate Ranggadibasa. Langgar itu di bangun di depan dalem.

Dalam peta Rumah Panggung Kepanjin, kediaman Pate Rangga ini ke arah Barat. Suatu hal yang tak lazim. Karena bangunan pembesar tempo doeloe umumnya menghadap ke Selatan.

”Hal ini masih menjadi misteri, kenapa Beliau mendirikan bangunan tempat tinggal yang menghadap ke Barat. Karena umumnya bangunan para pembesar hingga raja sekalipun menghadap ke Selatan. Meski begitu tetap berdiri tegak hingga ratusan tahun setelahnya,” kata I Bagus Salam alias Iik Guno Sasmito, cucu Moh Ramli Sasmitokusumo.

Iik lantas mengutip salah satu riwayat turun-temurun di keluarga Rumah Panggung, yaitu tentang alasan bangunan tersebut menghadap ke arah Barat. ”Kata riwayat sesepuh karena menghadap ke Pasarean kakeknya yang ada di Waru Pamekasan, yaitu Pangeran Macan Alas Waru,” ungkap personel Tim Ngoser ini.

Sayang sekali bangunan induk Dalem Panggung Pate Rangga tersebut sekarang sudah lenyap berganti menjadi Masjid Al-Alim dan halamannya. Juga bangunan rumah lainnya di sekitar induk sudah berganti menjadi kantor Yayasan Mertawisesa. Di sebelah barat menjadi panti asuhan dan lembaga pendidikan formal keagamaan di Kepanjin.

Sebelum itu, bangunan loteng tiga lantai peninggalan Pate Rangga, berdasar catatan keluarga Raden Tumenggung Ronggo Kertoboso Pratalikromo (cicit Ronggodiboso yang diangkat Hoofd Jaksa Sultan Sumenep), dipugar pada tahun 1802 M oleh Raden Wongsokusumo, putra Pratalikromo.

Saat ini, satu-satunya yang masih tersisa ialah bagian belakang Dalem Panggung. Bangunan ini sempat diteliti tim ahli cagar budaya. Di samping sisa bangunan itu terdapat sumur yang dibuat Raden Sutojoyo alias Ronggomiring. Sumur itu hingga saat ini masih digunakan warga, masjid dan lembaga di sana. (bersambung)

Ng

Posting Komentar

0 Komentar