Roma Panggung Songennep: Sebuah Pengantar (1)

Roma Panggung atau Loteng kediaman Pangeran Kornel Nawawi, Kepala Angkatan Perang Keraton Sumenep, di Pasarsore, Karangduak, Sumenep. (Foto/Ngoser.ID)


Ngoser.ID - RUMAH Panggung merupakan sebutan umum bagi rumah tinggi di beberapa kawasan di Nusantara. Dalam hal ini setiap daerah memiliki persepsi berbeda, khususnya dalam segi model. Di luar Madura, rumah panggung lebih dikenal dengan rumah tinggi, yaitu bangunan rumah berkaki di setiap sudutnya dan memiliki kolong di bawahnya.

Di Sumenep, yang memiliki gugusan pulau, rumah tinggi banyak terdapat di beberapa titik kepulauan. Seperti di kepulauan Masalembu dan Kangayan. Hal itu disebabkan, banyak penghuni kedua pulau tersebut yang merupakan pecahan dari suku-suku di Sulawesi. Seperti suku Mandar dan Bugis yang melaut dan menghuni kedua pulau tersebut, dan beberapa pulau lainnya.

Meski seiring dengan perkembangan zaman, bangunan-bangunan rumah tinggi itu sudah jarang ditemui. Kendati ada hanya di tempat-tempat yang masih menjaga erat tradisi leluhurnya. Ada juga yang sudah keluar dari pakem, seperti dengan mengganti bahan dasar material, dari yang biasanya menggunakan kayu menjadi batu bata dan semacamnya.

Uwak Ganing, salah satu sesepuh di kawasan Mandar Kepulauan Masalembu, beberapa waktu silam mengaku tidak betah saat tinggal di selain rumah tinggi. Selain alasan tradisi, alasan kesehatan menjadi faktor utama. ”Saya malah jadi sakit jika tinggal di rumah yang baru dibangun anak saya,” ujarnya sambil menunjuk bangunan modern sekitar 10 meter dari depan rumah tingginya.

Nah, kembali pada rumah panggung, rupanya oleh lidah di luar gugusan pulau, khususnya di kawasan Sumenep daratan, rumah tinggi terkadang disebut rumah panggung (roma panggung). Sebagian lagi mengatakan panggung.

Di beberapa situs online, saat mencari kata kunci Rumah Panggung Sumenep, sering yang muncul bangunan rumah tinggi, khususnya di kepulauan, yang berkaki. Padahal, di beberapa kalangan, khususnya yang memiliki pertalian dengan keluarga besar elit keraton, rumah panggung atau panggung merupakan bangunan biasa namun memiliki tangga, mirip dengan rumah tinggi.

Bedanya, panggung di Sumenep tidak memiliki kaki. Bangunan itu memang lebih tinggi lantainya dengan tanah pekarangan. Lebih tinggi lantainya dari permukaan tanah, menunjukkan status sosial kebangsawanan yang bersangkutan.

”Panggung itu dahulu banyak didirikan oleh kalangan bangsawan. Biasanya lengkap dengan mandapa atau pandapa (pendopo),” kata R. Ajeng Munirah (74 tahun), salah satu dari anggota keluarga Keraton Sumenep.

Beberapa bangunan rumah panggung atau panggung di Sumenep sudah banyak yang memprihatinkan. Kebanyakan sudah tinggal bekas dan sekaligus kisahnya. Ada juga yang sudah beralih fungsi, dipugar dan kehilangan nilai sejarahnya. Beberapa bangunan yang disebut panggung seperti dalem (kediaman) Ratu Tirtonegoro, Ratu Afiah di Moncol, dan lainnya.

Sebutan panggung juga kadang digandeng dengan sang pemilik. Salah satu putra Panembahan Sumolo misalnya, yaitu Pangeran Kusumodiningrat, dikenal dengan sebutan Pangeran Panggung.

Selain panggung, di masa selanjutnya, kediaman ini juga disebut Loteng. Namun hanya beberapa tokoh saja yang memiliki bangunan ini. Disebut loteng karena memiliki lantai atas. Meski sebutan panggung juga sekaligus memiliki makna rumah tinggi dan sekaligus berlantai.

Artinya, meski selanjutnya disebut juga loteng bukan berarti di masa-masa awal keberadaan rumah panggung tidak ada yang berlantai dua atau bahkan lebih. Namun umumnya tidak berlantai atas. (bersambung)

Ng

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Coba situs makam d desa tamidung di babar..

    BalasHapus
    Balasan
    1. https://www.ngoser.id/2019/11/kien-bie-seng-dan-jejak-imigran-cina-di-sumenep.html

      Hapus