Jihad Pangeran Trunajaya di Bulan Ramadan

Ilustrasi Pangeran Trunajaya. (Sumber: sampul buku Kepahlawanan Trunojoyo, Depdikbud RI)

Pasa 1601/Ramadan 1089 H/Oktober-November 1678 M
Ngoser.ID - Operasi militer Kediri telah berlangsung sebagai penentu titik akhir kemenangan perang. Pasukan gabungan Mataram-VOC mulai bergerak menuju benteng pertahanan Pangeran Trunajaya di Kota Tahu itu, dan memecahnya dengan empat gelombang arah. Empat gelombang tersebut ialah:

~ Gelombang arah pertama, dipimpin langsung oleh Susuhunan Amangkurat II bersama Antonio Hurdt, melalui jalur Jepara - Kali Bengawan Solo - Kediri
~ Gelombang arah kedua, dipimpin oleh Tack, melalui jalur Semarang - Kali Bengawan Solo - Kediri
~ Gelombang arah ketiga, dipimpin oleh Van Renesse dan Mulder's, melalui jalur Rembang - Pati - Jipang - Kediri
~ Gelombang arah keempat, dipimpin oleh Bastinck, melalui jalur Surabaya - Kediri

Di sisi Kali Bengawan Solo, pasukan dari gelombang arah pertama dan kedua bertemu, sedangkan pasukan gelombang arah ketiga dan keempat langsung melalui jalurnya sendiri menuju Kediri. Ada pun siasat pemecahan gelombang pasukan ini ialah inisiatif dari Susuhunan Amangkurat II.

Awalnya, siasat ini diragukan oleh pihak VOC, terlebih karena mereka belum punya pengalaman lebih untuk menyusuri kawasan pedalaman Tanah Jawa. Namun perlahan tapi pasti, siasat ini memang menguntungkan pihaknya, sesuai dengan tujuan Susuhunan Amangkurat II, yakni menarik simpati warga sekitar di jalur yang dilalui tersebut.

Singkat cerita, pasukan gelombang arah pertama dan kedua telah sampai di tepi barat Sungai Brantas menjelang bulan Ramadan, yakni pada 13 Oktober 1678 (berdasarkan konversi kalender Masehi-Hijriyah, 1 Ramadan 1089 H jatuh pada tanggal 17 Oktober 1678).

Sisi ini adalah pintu masuk menuju Kediri dari arah utara, namun pasukan mereka sempat mengalami kesulitan untuk menyeberangi sungai ini karena luapan banjir. Kedatangan pasukan musuh telah diketahui oleh pihak Pangeran Trunajaya, maka diutuslah Raden Suradipa untuk memertahankan Kali Brantas. Perkubuan Pasukan Trunajaya telah didirikan di sisi timur Kali Brantas, dan pada malam hari tanggal 21 Oktober 1678, atau tepatnya pada malam puasa ke-6, Ramadan 1089 H, pasukan Raden Suradipa menggempur posisi pasukan VOC di tepi Kali Brantas.

Serangan ini berhasil membakar beberapa perkemahan pasukan musuh, namun perlawanan sengit telah memaksa pasukan Raden Suradipa untuk mundur. Ia sendiri terluka parah karena pertempuran pembuka ini.

Selama beberapa hari, hampir tidak ada pergerakan dari pasukan gelombang arah pertama dan kedua. Mereka masih terhadang oleh luapan Kali Brantas dan kubu pertahanan Pangeran Trunajaya di sisi sungai itu. Pada 17 dan 18 Ramadan, kubu Pangeran Trunajaya mulai menabuh gamelan untuk menciutkan mental lawan. Kemudian pada 18 Ramadan, pasukan musuh dari gelombang arah keempat telah tiba di Kali Brantas, dan segera bergabung dengan pasukan yang telah berkubu di sana sebelumnya.

Kedatangan pasukan ini dijawab oleh pihak Pangeran Trunajaya dengan serangan yang memorak-porandakan perbekalan lawan dan menewaskan beberapa lawan pada tanggal 21 Ramadan. Serangan itu masih berlangsung hingga keesokan harinya, 22 Ramadan, ketika pasukan lawan berupaya menyeberangi Sungai Brantas dengan perahu-perahu mereka. Tentunya hal ini menjadi target empuk bombardir dari pihak Pangeran Trunajaya. Perahu-perahu tersebut tenggelam, mereka pun gagal menyeberangi sungai.

Ketika malam takbiran berlangsung, Kali Brantas yang meluap itu mulai surut. Orang-orang Jawa percaya bahwa hal ini masih berkaitan dengan kesaktian Susuhunan Amangkurat II. Pasukan lawan mulai bergerak untuk menyeberangi sungai pada 1 Syawal, tentunya dijawab dengan tembakan-tembakan meriam oleh kubu Pangeran Trunajaya.

Namun pasukan musuh berhasil menyeberangi sungai dan menyerang pertahanan Pasukan Trunajaya di tepi sungai itu, sehingga memaksanya mundur ke benteng utama. Setelah konsolidasi yang cukup panjang, maka pasukan musuh telah siap untuk melancarkan serangan utama, yakni merebut benteng pertahanan utama Pangeran Trunajaya di Kota Kediri.

Pasukan dari empat gelombang telah bersatu padu di luar benteng pertahanan Pangeran Trunajaya. Disebutkan benteng ini dipertahankan dengan tembok setinggi 6 meter dan tebal 2 meter, serta dikelilingi 43 baterai artileri. Susuhunan Amangkurat II segera dikawal menuju lokasi teraman, dan pasukan gabungan Mataram - VOC memulai pertempuran dahsyat di babak ini.

Pertempuran berlangsung selama 3 hari, yakni pada 10 hingga 12 Syawal 1089 H. Pertempuran titik demi titik telah mengantarkan musuh ke ambang kemenangan. Keadaan semakin menyulitkan kubu Pangeran Trunajaya, sehingga di hari terakhir pertempuran itu mereka harus menarik diri dari Kediri. Pasukan lawan pun berhasil menduduki dan menjarah kota, dan Benteng Kediri pun dirobohkan. Tack juga menemukan sebuah mahkota emas yang diduga milik Majapahit, yang di kemudian hari berani ia jual pada Susuhunan Amangkurat II.

Spirit Ramadan beberapa ratus tahun silam, telah mengilhami kita semua sebagai umat Islam di masa kini. Jihad yang begitu dahsyat sempat tercatat dengan pena bertintakan darah di dalam sanubari sejarah Nusantara.

Episode ini telah menjadi bukti nyata perjuangan seorang putera bangsa. Menjawab tantangan yang sedemikian rumit untuk keberlangsungan kehidupan bangsa lintas generasi. Kisah ini telah terpatri abadi, in sya Allah surga Allah telah disiapkan untuk para syuhada yang ikhlas ini.

Khususan ila Raden Nila Prawata/Pangeran Trunajaya/Panembahan Maduretna dan ruh para syuhada, lahumul Faatihah.
Referensi:
- Dagh Register, 1678
- De Jonge, 1873
- Pigeaud, 1976
- Ricklefs, 1993

M Rizki Taufan/Ng

Posting Komentar

0 Komentar