Pasarean Pangeran Siding Puri di komplek
Asta Sunan Paddusan di Desa Bangkal, Kecamatan Kota Sumenep. (Foto: Ririp
Design)
Ngoser.ID – Sejarah
Sumenep pernah memiliki kisah pilu. Yakni tentang kisah seorang penguasanya
yang harus berperang karena menolak pinangan seorang ratu di negeri seberang.
Digempur oleh banyak pasukan gabungan, sang Pangeran harus melepas nyawanya.
Tragisnya, meski telah gugur secara
ksatria, sang pangeran harus kehilangan kepalanya. Dihaturkan pada sang ratu
yang menginginkan dirinya. Akhirnya, tubuh tanpa kepala pemimpin pemberani itu
pun dimakamkan. Makamnya keramat hingga kini.
Kisah di edisi kali ini mengambil ulasan
dari pitutur atau babad yang ditulis dalam sebuah buku bernama Babad Songennep,
dengan ditambah dari sumber-sumber lain yang berceceran, untuk selanjutnya dikumpulkan
meski tak bisa dikatakan utuh, dan tentu masih perlu dikaji lagi.
Raja Yang Tampan
Raden Wonoboyo, begitu tulisan-tulisan kuna
tentang sejarah awal Sumenep menyebut seorang adipati di abad 16 ini. Rakyat
menyebut sang adipati dengan panggilan raja atau rato. Tulisan babad menyebut
beliau Pangeran Sumenep. Artinya pangeran atau penguasa dari negeri Sumenep.
Raden Wonoboyo merupakan salah satu putra
Aria Banyak Modang. Aria Banyak Modang adalah keponakan tokoh legendaris
keraton Sumenep: Jokotole (1415-1460).
Pada waktu Sumenep diperintah oleh Aria
Wigananda (1460-1502), putra tertua sekaligus satu-satunya anak laki-laki
Jokotole, Aria Banyak Modang diangkat sebagai patih.
Di kemudian hari Raden Wonoboyo diambil
sebagai menantu oleh Aria Wigananda. Karena Wigananda tidak punya anak
laki-laki, maka Wonoboyo ditabalkan sebagai calon raja selanjutnya.
Sepeninggal Wigananda pada 1502, maka
dinobatkanlah Wonoboyo sebagai “raja” Sumenep, dengan gelar Pangeran
Secodiningrat.
Status Sumenep sejatinya berada di bawah Kerajaan
Demak, penerus kerajaan Majapahit. Raden Fatah, Sultan Demak pertama merupakan
putra Brawijaya V.
Semenjak dahulu memang Madura berada di
bawah naungan Majapahit. Sehingga angin perubahan kekuasaan yang mengakibatkan
runtuhnya kerajaan yang didirikan Raden Wijaya sebab bantuan Aria Wiraraja itu
tidak membuat perubahan bagi Madura. Madura juga tidak melakukan upaya
melepaskan diri.
Pasalnya, di Madura juga masih banyak trah
Majapahit yang memegang kekuasaan atau menjadi penguasa lokal di pulau garam
tersebut.
Namun daerah Madura sejak masa Majapahit
diberikan pada Ratu Maskumambang, salah satu putri Brawijaya V yang dinobatkan
sebagai Ratu di Japan (Mojokerto). Oleh sang Raja Majapahit, Maskumambang
diberi kuasa atas wilayah Timur dan Utara. Di dalamnya termasuk Madura.
Ketika Raden Fatah mendirikan kerajaan
Islam pertama di Jawa, pasca runtuhnya Majapahit, Sultan Demak pertama itu
tidak mengganggu kekuasaan saudara perempuannya itu.
Nah, saat Wonoboyo alias Secodiningrat
diangkat sebagai adipati Sumenep, maka sesuai tradisi, diwajibkan menghadap ke
Japan. Yaitu menghadap Ratu Maskumambang.
Menurut kisah babad, Ratu Maskumambang saat
itu masih membujang. Sedang Pangeran Wonoboyo dikenal dengan wajah tampannya.
Sehingga saat Wonoboyo menghadap ke Japan, ketampanannya membuat Ratu mabuk
kepayang. Ratu Japan jatuh cinta kepada Pangeran Sumenep.
Singkat cerita, datanglah pinangan dari
Ratu Japan saat sang pangeran menghadap ke sana. Tentu saja Pangeran Sumenep
tidak menyatakan menerima. Di samping beliau memang sudah memiliki isteri dan
tiga anak, hal itu dipandangnya sebagai petanda buruk.
Akhirnya, Pangeran Sumenep tanpa pamit
kembali ke Sumenep. Meninggalkan bayang-bayang dirinya yang sudah membuat Ratu
cinta mati.
Sadar ditolak, Ratu Japan murka. Beliau pun
mengutus keponakannya, Raden Kanduruan, salah satu putra Raden Fatah yang
menjadi patih Japan. Tujuannya hanya satu, membawa Pangeran Sumenep hidup-hidup
untuk diadili.
Perang Japan-Madura-Sumenep
Kembali ke Sumenep tanpa pamit disadari
Pangeran Wonoboyo akan membawa akibat yang sangat buruk. Namun rasa cintanya
pada sang isteri, membuatnya harus melawan Ratu Japan. Sesampainya di Sumenep,
disiapkanlah pasukan perang. Tanpa harus menunggu kedatangan pasukan Japan yang
diperkirakannya akan menyerang Sumenep, beliau lebih dulu menghadang di luar
kota raja.
Patih Japan, Kanduruan gelisah. Pasalnya,
Pangeran Sumenep dikenal sebagai adipati yang arif dan santun. Sehingga tak
layak diperangi. Namun sebagai negarawan, Kanduruan terpaksa melaksanakan
tugasnya.
Lebih dulu dikirimlah utusan yang meminta
Pangeran Sumenep datang kembali ke Japan. Saat itu Kanduruan membawa sejumlah
pasukan dan beristirahat di Bangkalan.
Kisah selanjutnya menurut Babad Songennep
(1914), utusan Kanduruan kembali dengan hasil nihil. Pangeran Sumenep
menyatakan berperang melawan Ratu Japan.
Kanduruan yang memang tidak mempersiapkan
pasukan cukup akhirnya mengumpulkan pasukan bupati-bupati kecil di Madura
Barat. Sehingga gabungan pasukan besar Japan-Madura pun bergerak ke Timur untuk
menangkap Pangeran Sumenep yang menyatakan perang.
Perang pun pecah di Sumenep, tepatnya di
desa Pore (sekarang masuk kecamatan Lenteng). Kejadiannya tepat pada 1559.
Perang yang tak seimbang membuat pasukan Sumenep menderita kekalahan. Meski
sebelumnya sempat unggul. Pangeran Sumenep yang luka parah akhirnya
menghembuskan nafas terakhir.
Pangeran ini selanjutnya dikenal dengan
gelar anumertanya, Pangeran Seda ing Puri atau Seding Puri. Yaitu Pangeran yang
meninggal di tempat bernama Puri (Pore).
Sebagai tanda laporan, maka kepala Pangeran
Seding Puri dipotong, dan dibawa ke Japan. Sementara jenazah yang tanpa kepala
dibawa ke keraton Sumenep dan dimakamkan di desa Bangkal, kecamatan Kota
Sumenep.
Selain seorang isteri (putri Wigananda),
Pangeran Seding Puri meninggal tiga anak perempuan yang masih kecil. Kelak
masing-masing putrinya menikah dengan Pangeran Batuputih (Raden Ilyas), Raden
Rajasa (Pangeran Lor II, cucu Kanduruan), dan Kiai Rahwan (Kiai Sendir).
Meski menang, ternyata kematian Pangeran
Sumenep membuat Ratu Japan murka. Patih Kanduruan pun “diusirnya”. Akhirnya
Raden Kanduruan diangkat sebagai pengganti Pangeran Siding Puri sebagai adipati
Sumenep (1559-1592).
Hal itu lantas membuka masuknya dinasti
baru di Sumenep yang bertahan sampai 1750. Setelah itu Sumenep diperintah
dinasti Saot, dinasti terakhir keraton di ujung pulau garam.
Ng
1 Komentar
Emperor Casino - Shootercasino
BalasHapusCheck out Emperor Casino: Play 제왕카지노 검증 at the world's top casino for fun! Sign up and claim your bonus today! Rating: 4 · 1 vote