Kini, Saat Celurit “Tak Lagi Melengkung”

 

Ilustrasi Celurit Madura. (Sumber: pinterest.com)

Celurit dan carok, seakan pengganti kata darah dan kematian. Namun di balik itu, makna penting dari bilah sajam yang melengkung itu seakan menghapus stigma tersebut. Di sana ada dua hal penting: makna yang lurus, dan meluruskan (kembali) makna.

Ngoser.ID – Memahami filosofi dan watak orang Madura memang tidak mudah. Tak hanya itu, fakta yang terjadi, kebudayaan Madura yang penuh makna luhur itu justru juga seringkali diabaikan oleh banyak orang. Seperti misalnya simbol celurit orang-orang Madura yang masih sering dianggap sebagai bagian dari tindak kekerasan.

Penyebabnya cukup sederhana, mereka yang menilai watak orang-orang Madura keras, kaku, dan suka membuat onar, sebenarnya masih tidak paham kebudayaan Madura. Dan lagi, galibnya, penilaian itu berkembang sekaligus dipahami terutama oleh orang-orang di luar Madura, alias bukan asli warga nusa garam. Mereka bahkan menuding watak orang-orang Madura itu keras, kasar dan tentu saja suka berkelahi dengan menggunakan celurit. Sebuah senjata tajam tradisional yang khas, dengan bilah yang bentuknya melengkung.

Padahal, tindak kekerasan yang melibatkan orang Madura tidak ubahnya peristiwa kekerasan yang melibatkan warga daerah tertentu, suku tertentu, ras tertentu, dan belahan bumi tertentu. Kasuistik, personal, dan cenderung mengedepankan sesuatu yang sifatnya alamiah: bagus dan buruk, baik dan jahat, salah dan benar. Sifat umum yang melekat pada manusia. Tak hanya warga Madura!

Kembali pada celurit, menurut beberapa pakar sekaligus tokoh senior budaya di Madura, seperti almarhum R P Abd Sukur Notoasmoro, senjata tajam khas itu memiliki makna filosofi tersendiri. Dan secara sederhana, celurit berbeda dengan arit yang memiliki bentuk hampir sama. Perbedaan itu terletak pada fungsi sekaligus makna yang disebut sebelumnya.

”Celurit itu adalah simbol kejantanan laki-laki,” kata almarhum Gus Sukur (sapaan dari R P Abd Sukur Notoasmoro), seperti yang ditirukan putranya, H R B Nurul Hamzah, kepada Ngoser.ID beberapa waktu silam.

Konon, Nurul melanjutkan, barisan tulang rusuk laki-laki berkurang karena diciptakan oleh Allah menjadi perempuan. Nah, untuk mengganti bagian yang hilang itu, orang Madura menggantinya dengan celurit yang dibuat sekep atau songkel.

”Celurit itu kan bentuknya bengkok, mirip dengan tulang rusuk yang berkurang itu. Sehingga kejantanan laki-laki tidak berkurang. Dan karena maknanya mengganti tulang rusuk yang hilang itu, celurit biasanya diselipkan di pinggang bagian kiri,” tambah Nurul.

Meluruskan Makna

BAGI sebagian orang tentang Madura, istilah carok maupun celurit bagai dua sisi mata uang. Satu; dan tentu saja tak bisa dipisahkan.

Secara historis, kedua istilah tersebut tidak jelas awal mula digunakannya. Siapa pencetusnya, kapan dan sebab-musabab diciptakan keduanya tidak ada keterangan pasti. Asumsi kemudian disandarkan pada beberapa tulisan para peneliti sejarah dan kebudayaan Madura. Di antaranya ada yang mengaitkan dengan peristiwa berdarah di daerah Tapal Kuda; peristiwa Sakera di abad 19 atau kurun 1800-an.

Di zaman kuno, membawa gagaman atau senjata tradisional merupakan suatu tradisi. Tak hanya celurit, namun bagi kalangan tertentu berupa senjata pusaka. Baik itu keris, golok, atau tombak. Tujuan utamanya untuk menjaga diri. Sebuah penggabungan antara do’a dan ikhtiar, atau perkawinan antara ilmu dan amal.

”Ilmu dan amal itu bagian dari ajaran agama. Dan kita tahu, orang Madura sangat religius. Sampai pernah ada ungkapan celurit itu temannya shalawat. Meski hal itu perlu kajian ulang,” kata Nurul.

Sehingga makna awalnya, celurit dibawa untuk menjaga keselamatan. Jadi bukan untuk dibuat mencari musuh dan asal tebas. Oleh karena itu, menurut Nurul, filosofi celurit harus diluruskan. Sehingga stigma orang Madura dengan celuritnya yang diindentikkan dengan perilaku kasar dan suka berkelahi bisa terhapus.

”Harus diluruskan maknanya, bukan bentuk celuritnya yang memang harus melengkung. Kalau buat menebas tubuh orang itu bukan celurit, tapi arit. Arit ‘kan biasa dipakai untuk menyabit rumput,” tutup Nurul.

Ng

Posting Komentar

0 Komentar