Saat Raja Hamengkubuwana dan Adipati Mangkunegara Sponsori Kerapan Sapi Madura

Salah satu pertunjukan karapan sapi di Madura tahun 1947. (Foto: indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com) 


Ngoser.ID – Tercatat dalam sejarah, tonggak pelestarian dan revilal kebudayaan Jawa oleh kalangan keraton sebenarnya telah mulai sejak awal abad ke-20. Kehadiran Java-Instituut pada tahun 1919 rupanya turut dimanfaatkan dengan baik oleh para raja dinasti Mataram. Terutama dalam melestarikan dan mengenalkan kembali kebudayaan Jawa secara luas, termasuk juga kebudayaan Madura, Bali dan Lombok.

Terbukti saat pelaksanaan Kongres Kebudayaan di Surabaya tahun 1926, Sultan Jogja (kala itu Hamengkubuwana VIII) dan Adipati Mangkunegara (saat itu Mangkunegara VII) tak hanya berperan serta dalam melestarikan budaya Jawa di bagian timur, namun juga turut ambil bagian menjadi sponsor kegiatan Kerapan Sapi asal Pulau Madura.

Tuan John Scolte melalui De Indische courant melaporkan, acara besar yang dihelat pada suatu pagi di hari Ahad 1926 berlangsung semarak. Ribuan pria dan wanita terpantau tumpah ruah memadati alun-alun Bangkalan. Warna-warni pakaian yang mencolok, bendera-bendera tim yang berseliweran di sekitar arena, serta iringan tabuhan saronen yang menggelegar turut menambah meriahnya pertunjukan.

Tradisi yang mencerminkan budaya masyarakat agraris itu digelar selama tiga hari. Dua hari pertama telah dimanfaatkan untuk menyaring perwakilan dari tingkatan paling rendah, yakni distrik dan kabupaten. Dan sehari setelahnya diperuntukkan untuk menentukan para juara terbaik se-Karesidenan Madura.

Kegiatan di hari terakhir itu, menurut Tuan John diikuti 24 pasang sapi kerap yang berasal dari empat kabupaten. Selama acara berlangsung, pasangan sapi yang hadir diwajibkan menggunakan bendera sesuai daerah asalnya. Bendera warna orange untuk Bangkalan, merah untuk perwakilan Sampang, putih untuk Pamekasan, dan biru untuk perwakilan dari Sumenep.

Pagi hari sebelum pertandingan, para pemilik tampak mengarak sapi kerapnya di hadapan para tamu kehormatan. Beberapa waktu kemudian, pasangan sapi, dipanggil dan diadu kecepatannya di atas trek yang panjangnya sekitar 150 meter. Saat sapi diadu, dengan seketika suara riuh ribuan penonton pecah, sorak kegembiraan nampak terlihat pada tim yang menang.

Diputuskan oleh penyelenggara kala itu, sebagai Juara pertama dari golongan “menang” adalah sapi kerap dari Kabupaten Bangkalan, menyusul tim dari kabupaten Pamekasan sebagai juara kedua, dan juara ketiga kembali diraih oleh tim dari tuan rumah.

Para juara tersebut berhak membawa pulang medali emas serta uang tunai yang sudah disiapkan oleh Departemen Urusan Pertanian Pemerintah Kolonial.

Pun juga dengan para juara terbaik dari golongan “kalah” . Tim terbaik pertama diberi hadiah berupa medali emas persembahan dari Keraton Jogja, dan tim terbaik kedua diberi hadiah berupa piala sepasang sapi yang terbuat dari perak persembahan dari Puro Mangkunegaran. Piala unik tersebut menurut kabar dari sumber di atas diberikan kepada tim dari Sumenep.

(tulisan ini pernah tayang di sumeneptempodulu.or.id dengan judul “Saat Sultan Jogja dan Adipati Mangkunegara turut serta memeriahkan tradisi kerapan sapi”)

Faiq Stedu/Ng

Posting Komentar

0 Komentar