Salah satu personel Ngoser.ID, Ja’far Shadiq bersama gamelan peninggalan K. Kholil Sendang. (Foto/Ng) |
Ngoser.ID - Sendang, demikian lidah warga menyebut desa di ujung barat Kabupaten Sumenep ini. Desa yang menjadi persemayaman terakhir salah seorang tokoh sufi dan waliyullah setempat. Kiai Kholil Sendang sebutannya, atau Kiai Toan Kholil sebutan yang disematkan oleh warga desa Sendang dan sekitarnya.
Dari penelusuran Tim Ngoser di lapangan, tidak ditemukan data baik lisan maupun tulisan yang menjelaskan siapa dan dari mana beliau berasal. Hanya cerita-cerita tutur yang berkembang di masyarakat tentang bagaimana kehidupan dan cara dakwahnya, dalam menyebarkan agama Islam di bumi Sumenep waktu itu.
Topeng peninggalan Kiai Kholil Sendang. (Ng) |
Sang Kiai adalah seorang ulama yang lahir dan besar di lingkungan dengan ajaran Agama Islam yang kental. Selain Kiai Kholil, salah satu saudaranya yang bernama Kiai Abdul Hamid adalah seorang ulama yang terkenal di Desa Pakamban Daya waktu itu. Kedua desa, baik Sendang maupun Pakamban Daya merupakan bagian dari Kecamatan Pragaan. Berbeda dengan saudaranya yang menyebarkan Islam dengan cara dakwah seperti para kiai pada umumny, Kiai Kholil menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan media gamelan sebagai sarana syiarnya, dan tidak hanya di daerah Sendang saja, tapi sampai menyeberang lautan sampai ke pulau-pulau terdekat. Seperti Pulau Giliraja dan Giligenting. Dengan media gamelan tersebut syi'ar Islam lewat beliau bisa lebih diterima oleh masyarakat.
Seorang peziarah di makam Kiai Kholil Sendang. (Ng) |
Salah satu karomah beliau yang masih sering dibincang adalah bisa "mega' monyena tabbuwan" yang dalam Bahasa Indonesianya berarti bisa menangkap bunyi gamelan. Dikisahkan pada suatu ketika beliau ditegur oleh sang kakak karena mendengar kabar dari masyarakat, bahwasanya beliau suka menabuh gamelan dan bukannya melakukan syiar Islam. Sang kakak lantas memanggil Kiai Kholil untuk dinasehati, akan tetapi sebelum dinasehati beliau malah mengeluarkan kain sapu tangan miliknya di depan sang kakak. Atas kehendak Allah maka setelah dibuka terdengarlah bunyi gamelan dengan tembang-tembang dakwah karya beliau dari dalam kain tersebut. Semuanya berisi pujian-pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Melihat itu, terkejutlah sang kakak dan kemudian meminta maaf atas kekhilafannya.K ejadian tersebut kemudian menjadi cerita tutur turun-temurun di masyarakat sampai sekarang.
Kiai Kholil Sendang dikisahkan tidak mempunyai keturunan, sehingga tongkat estafet syiar Islam ala dirinya kemudian terputus. Saat ini hanya tersisa gamelan, kitab-kitab serta beberapa peninggalan beliau lainnya, yang sampai saat ini masih terawat dan disimpan oleh keturunan dari santri-santrinya. Setiap tahun, tepatnya pada hari Kamis setelah Hari Raya Idul Adha dilakukan haul beliau beserta jamasan gamelan dengan melantunkan 9 tembang karya beliau, juga dilanjutkan dengan jamasan peninggalan lainnya yang berupa keris, alat pertanian, topeng dan lain-lain.
Ja’far Shodiq/Ng
0 Komentar