Ngoser.ID-Sejak bulan ini, Madura, bahkan seluruh Indonesia diramaikan oleh PPKM. Hampir semua penghuni dunia permedsosan di tanah air membincangnya dengan sudut pandang masing-masing.
Nah, Ngoser.ID memiliki versi tersendiri
tentang PPKM. Tapi jangan salah, PPKM versi Ngoser.ID ini tak ada
kaitannya sama sekali dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
demi menghadapi serbuan virus Covid-19, lho!
PPKM versi Ngoser.ID ialah tentang
"Pahlawan-Pahlawan Kebanggaan Madura" atau bisa juga tentang
"Para Pahlawan Kebanggaan Madura", yang selanjutnya dapat disingkat
PPKM.
Madura Punya Pahlawan?
Suatu ketika, saat berselancar di dunia
maya, tak sengaja menemukan tulisan yang menyatakan tak adanya Pahlawan di
Madura. Tulisan pendek. Dengan judul agak pedas: Maaf, Tidak Ada Pahlawan dari
Madura. Saya pun jadi teringat dengan cabe rawit. Kecil, pendek, tapi pedas.
Meski begitu, rasa pedas itu hanya akan dirasakan yang mengunyahnya. Begitu
pula tulisan itu, terasa pedasnya saat dibaca oleh warga Madura.
Meski tulisan itu sempat menyinggung dua
nama yang “berpotensi” menjadi pahlawan, namun tidak lantas bisa “dimaafkan”
begitu saja. Menyinggung nama Pak Sakera dan Pangeran Trunojoyo, tidak
menghilangkan rasa pedas akibat judul tersebut begitu saja.
Gelar Pahlawan
Tapi ya, sudahlah. Gelar pahlawan memang
relatif. Dulu, Pangeran Diponegoro, Kangjeng Kiai Adipati Suraadimenggala V (penguasa
Semarang), Raden Saleh Lasem (Raden Adipati Pringgalaya), dan lainnya, malah
disebut “pemberontak”.
Imbasnya luas. Kabarnya, keturunan Pangeran
Diponegoro selama berapa generasi tak dicantumkan dalam buku besar silsilah
keluarga Mataram. Begitu juga Kangjeng Kai (panggilan Suraadimenggala V), salah
satu sepupunya, bupati Majalengka bahkan tak menulis nama beliau di silsilah
keluarga besarnya.
Di masa jauh sesudah itu, pemberontak juga
mendapat stigma jelek hingga ke anak cucunya. Era daulatnya RI, yang namanya
sampul D, istilah berkas hasil penelitian terhadap mereka yang terkait dengan partai
politik terlarang pasca 1965 juga menjadi identitas buruk, bahkan hingga anak
cucu mereka. Meski tentu untuk kasus kedua ini, konteksnya beda. Sekadar
mencari kesamaan imbas dari predikat pemberontak.
Pahlawan-Pahlawan Madura
Sebenarnya kalau mau menunjuk pahlawan,
tanpa susah-susah sudah ada yang diakui pemerintah sebagai pahlawan. Namanya
bahkan menjadi identitas salah satu bandara terbesar di republik ini: Abdul Halim
Perdanakusuma. Perwira muda Angkatan Udara RI, kelahiran Sampang, bersusur
galur pada keluarga Wongsotaruno di kelurahan Kepanjin Sumenep, yang gugur saat
menjalankan tugasnya.
Ada juga saudara Halim yang menjadi anggota
BPUPKI, yaitu Raden Abdul Rahim Pratalikrama. Abdul Rahim merupakan salah satu
dari 67 anggota BPUPKI. Badan yang dalam beberapa proses selanjutnya
mengantarkan negeri ini menuju kedaulatannya. Ia terkenal dengan usulannya
terkait syarat seorang Presiden.
Namun jika yang dimaksud merujuk pada sosok yang heroik: berdarah-darah, adu fisik, bedil-membedil, tombak-menombak, tusuk-menusuk, sekaligus bunuh membunuh dengan kaum kompeni; juga ada. Madura punya nama Letnan R. Mohammad Ramli, K. H. Abdullah Sajjad, Kapten Tesna, dan Letnan Merta, sedikitnya empat dari banyak syuhada pulau garam yang menjadi martir pertiwi.
Itu kan masa pasca kedaulatan? Pra kemerdekaan? Sumenep punya nama K. H. Abisyuja', tokoh pejuang yang bemarkas di Kampung Banasokon, Kebunagung. Pamekasan punya nama Raden Adipati Ario Abdul Aziz yang gugur dalam masa pendudukan Jepang.
Pejuang-pejuang lainnya, ada yang membangkitkan semangat kebangsaan melalui tulisan. Ada Raden Werdisastra dengan Babad Songennepnya, dan lainnya. Sebelum itu ada Patih Angabai Mangundireja, patih Sumenep yang gugur di Loji. Di Bangkalan, alias Madura Barat, ada Pangeran Cakraningrat IV, Kembangnga Nagara, yang dibuang hingga Cape Town, Afrika.
Nah, menurut teman-teman Ngoser.ID, siapa lagi tokoh-tokoh Madura yang layak disebut pahlawan?
MFM/Ng
1 Komentar
Menambah wawasan & menambah pengetahuan, semoga bermaanfaat.
BalasHapus